Sering kita dengar pemeo dari orang tua kita yang mengatakan,
“Jangan baca sambil tiduran, nanti matanya rusak.” Benarkah pemeo tersebut ?
Apakah ada hubungan antara membaca dengan posisi tiduran dengan timbulnya
kelainan pada mata, seperti mata minus ? Lalu bagaimana perawatan mata yangÂ
baik ?
Mata termasuk organ tubuh yang sangat vital. Kalau indera
penglihatan ini terganggu, segala aktivitas kita pastilah ikut terganggu.
Sekadar kena kelilip saja, kita sudah uring-uringan. Oleh sebab itu dr. H.
Raman R. Saman dari RS Mata Prof. Dr. Isak Salim Aini, Jakarta, mengingatkan,
betapa pentingnya pelindung mata bagi para pengendara sepeda motor. Terpaan
angin, debu, dan terik sinar matahari yang mengandung ultra violet, berpeluang
mengganggu kesehatan mata.
Serpihan benda padat, zat kimia, atau serangga yang masuk ke mata
bisa menyebabkan infeksi mata (konjungtivitis) dengan gejala merah, pedih, atau
belekan. Bisa juga mengakibatkan infeksi kornea (keratitis) yang dapat
meninggalkan bekas luka parut setelah sembuh, bercak putih tipis (nebula) atau
tebal (makula).
Kondisi yang lebih parah kalau tumbuh pterygeum (semacam daging
tumbuh) yang menutupi kornea mata. Kelainan yang di dasari oleh bakat ini, bila
ukurannya masih kecil (kurang dari 1 mm) dan tidak menimbulkan gangguan (merah,
pedih, rasa mengganjal pada mata) tidak apa apa, terutama kalau usia penderita
masih di bawah 40 tahun.
Namun, kalau membesar sampai mendekati lingkaran pupil, sering
merah, dan terasa pedih, serta usia penderita di atas 40 tahun, sebaiknya
segera diatasi. Dokter biasanya akan melakukan pengikisan lewat pembedahan.
Pembedahan yang hanya berlangsung 15 menit itu jarang dilakukan pada penderita
usia di bawah 40 tahun, sebab kemungkinan timbul kembali lebih besar.
Pelindung mata itu boleh berupa helm atau kacamata. Helm yang
baik, menurut dr. Saman, dilengkapi visor (kaca plastik yang dapat
dinaikturunkan seperti helm pilot pesawat tempur). Kacamata yang baik terbuat
dari plastik yang tidak mudah pecah dan posisinya ketika dipakai rapat pada
kulit dahi dan pipi.
Sebaiknya, dipilih lensa photosun atau photogrey yang dapat
meredupkan cahaya yang terlalu silau atau menjadikan terang di saat hari mulai
gelap. Lensa warna hijau lebih sejuk karena pandangan sekeliling dominan
berwarna hijau. Dengan warna hijau pula, semua warna lain tersaring, kecuali
hijau. Atau warna abu-abu yang bersifat netral dan mampu memfilter semua warna.
Dengan mengenakan kacamata hijau atau abu-abu, cahaya yang sampai ke retina
mata lebih redup.
Kacamata pelindung juga wajib hukum-nya untuk dikenakan para
pekerja pabrik seperti pabrik baja, aki, tekstil, peniup gelas, serta pengelas,
penggurinda, dan pengecor besi. Jika selaput bening mata atau kornea terkena
zat H2SO4 (asam sulfat) dari aki atau uap formalin dari tekstil, sel-sel
pembentuk air matanya terganggu.
Tidak kalah bahayanya adalah pengaruh panas pengecoran besi atau baja yang bisa
mempercepat terjadinya katarak. Dibandingkan dengan di negara-negara dingin
atau empat musim, penduduk negara tropis umumnya lebih cepat terkena katarak
atau pterygeum karena pengaruh panas, debu, serta angin.
Kebiasaan minum alkohol atau arak berkualitas rendah, menurut dr.
Saman, juga bisa merusak mata sehingga buta akibat saraf matanya mati.
Penderita buta permanen ini umumnya organ matanya seperti kornea, lensa,
retina, pupil, bola mata, tidak mengalami kecacatan. Orang lalu terkelabui oleh
cacat mata seperti ini.
Membaca sambil berbaring
Benarkah kebiasaan membaca sambil tiduran ada hubungannya dengan
gangguan mata minus ?
Sebenarnya bukan posisi membacanya yang menyebabkan mata rusak,
tetapi lampu yang menerangi tulisan, jelas dr. Saman. Jadi, tidak ada hubungan
antara posisi tidur sambil membaca dan timbulnya kelainan mata.
Pada posisi membaca sambil duduk, lampu yang menerangi biasanya
datang dari atas, sehingga posisi membaca demikian ini dinilai paling baik.
Namun, tidak ada salahnya mengingatkan anak anak, atau siapa pun, untuk tidak
membaca sambil tiduran, apalagi kalau penerangan lampu tidak cukup.
Untuk keperluan membaca, atau juga melakukan pekerjaan tangan yang
rumit seperti menisik, menjahit, melukis, dsb., disarankan menggunakan
penerangan dengan bola lampu susu 40 watt. Sebaiknya sinarnya di pusatkan ke
objek bacaan atau pekerjaan yang dilakukan.
Bola lampu susu tidak silau karena ada filternya. Sedangkan lampu
neon tidak disarankan karena sinarnya berupa getaran, tutur dr. Saman. Lampu
duduk dengan bohlam 60 watt dinilai terlalu terang, sebaliknya di bawah 40 watt
terlalu redup. Kurangnya penerangan yang cukup menyebabkan kerja Otot terlalu
berat sehingga mata mudah lelah dan pedih, dan ini mempercepat timbulnya
kelainan miopia (rabun jauh atau cadok) terutama pada seseorang yang punya
bakat.
Dr. Saman menolak mitos bahwa pencegahan miopia (mata minus) atau
hipermetropia (mata plus) bisa dilakukan dengan makan wortel.
Menurut ilmu kedokteran mata, itu tidak benar. Wortel memang banyak mengandung vitamin A
dan bagus untuk kesehatan, namun tidak untuk mencegah miopia, tegasnya. Begitu
pun air sirih yang dikatakan bagus untuk mencuci mata, sebenarnya sama saja
fungsinya jika mencuci mata dengan air bersih atau boorwater (air suci hama
pencuci mata).
Pengecekan untuk mengetahui apakah mata Anda masih normal atau
tidak, bisa dilakukan sendiri secara sederhana di rumah. Anak yang matanya
sering dikedip-kedipkan, digosok-gosok, atau dikerutkan, bisa dites
penglihatannya dengan menyuruh dia membaca angka-angka kalender dari jarak
tententu. Cara ini bisa pula dilakukan di sekolah bila guru mencurigai muridnya
mempunyai kelainan mata.
Mereka yang hobi berenang sering mengalami mata merah setelah
berenang. Hal itu tidak perlu dicemaskan karena akan pulih kembali dengan
sendirinya. Mata merah demikian umumnya bukan akibat dari kemasukan bakteri,
tetapi karena kaporit pada air kolam renang. Kaporit atau sabun justru
mengandung anti septik.
Sementara itu jika Anda terserang penyakit mata merah akibat
virus, atau lebih populer dengan belekan sebenarnya, menurut Raman, cukup
diatasi dengan beristirahat saja. Biasanya setelah 3 hari akan sembuh dengan
sendirinya karena air mata sudah mengandung antiseptik. Namun, belekan ini memang
sangat menular, sehingga mereka yang tinggal bersama penderita hendaknya diberi
pencegah berupa obat tetes mata yang mengandung antibiotik selama beberapa hari
dan menjauh dari penderita.
Pengaruh gelombang elektromagnetik pada komputer atau televisi pun
tidak berakibat buruk pada mata, selama tidak terjadi kebocoran magnet pada
kedua perangkat tersebut yang bisa membahayakan retina mata. Namun jarak
menonton televisi perlu dijaga, setidaknya tujuh kali lebar televisi.
Kalau Anda bekerja di depan komputer dan setelah beberapa saat mata terasa
pedih atau capek, sebaiknya beristirahat sebentar barang 10 menit. Sementara
beristirahat, pandangan mata sebentar diarahkan ke pemandangan yang jauh atau
banyak pepohonan hijau agar terasa sejuk kembali.
Bila bangun pagi mata terasa capek atau pedih, cobalah teliti
secara cermat apakah pada malam sebelumnya Anda terlalu lama membaca atau
bekerja di depan televisi? Kalau demikian, sebenarnya tidak perlu cemas, sebab
dengan cukup istirahat di malam berikutnya, mata Anda akan kembali sehat.
Namun, dr. Raman mengingatkan, kalau tiba-tiba mata kita sakit, merah, atau
pedih, dan sampai tiga hari keadaannya malah semakin parah, hendaknya segera ke
dokter, agar kelaian atau penyakit dapat terdeteksi sedini mungkin. Sebelum ke dokter,
untuk sementara mata bisa diberi obat tetes atau salep mata yang mengandung
antibiotik.
Kapan perlu obat tetes ?
Menghadapi gangguan mata, sering kali timbul pertanyaan, apakah
obat tetes mata yang diperjualbelikan di pasaran bisa menjamin mata dari
serangan penyakit atau masuknya bakteri ?
Menurut dr. Saman, mata manusia sudah dilengkapi dengan sistem
perlindungan yang baik, seperti bulu mata, alis mata, refleks kedip, serta air
mata yang mempunyai susunan kimia tertentu yang tidak ada tandingannya. Karena
itu, obat tetes diperlukan pada kondisi tertentu saja. Misalnya, pada penderita
mata kering atau produksi air mata kurang karena faktor usia, penderita
kelainan glaukoma (tekanan bola mata yang terlalu tinggi), terkena infeksi atau
alergi.
Itu pun harus atas anjuran dokter mengingat ada obat tetes mata di
pasar bebas yang mengandung zat penyempit, atau pengerut pembuluh mata
(vasoconstriction). Obat ini dalam sekejap memang bisa menghilangkan merah mata
akibat terkena debu atau kotoran. Namun, bila digunakan dalam waktu lama, bisa
sebagai pencetus kelainan glaukoma terutama bagi mereka yang berbakat.
Ada pula obat tetes mata yang mengandung katalin, yang konon
diklaim bisa menghambat kelainan katarak pun, sebenarnya kurang berfungsi. Cara
satu-satunya mengobati katarak adalah dengan operasi.
Untuk menguji apakah mata kekurangan air atau tidak, biasanya
dokter melakukan tes schilmer atau menggunakan semacam kertas plui (penyerap
air) selama 5 menit. Kalau air mata yang terserap hanya 1 – 5 mm, berarti air
mata dalam kondisi kurang. Di sinilah obat tetes air mata buatan (liar tears)
diperlukan. Ibarat sop yang kurang asin, tentu harus ditambah garam, bukan
cabai atau gula. Jadi, pemakaian tetes mata harus tepat guna, tegas dr. Saman.
Mata yang alergis dengan tanda-tanda seperti gatal, merah, dan ada
kalanya keluar bintil-bintil kecil karena alergis terhadap debu atau serbuk
tanaman, juga membutuhkan obat tetes mata yang bersifat disensitifisasi atau
mencegah cetusan. Atau obat tetes antihistamin untuk menghilangkan gejala.
Sementara itu pemakaian boorwater yang juga dapat dibeli di apotek
atau toko obat tidak dianjurkan digunakan secara rutin untuk mencuci mata. Bila
mata kelilipaan entah kemasukan pasir, bulu mata, atau debu, tidak perlu harus
dicuci dengan boorwater. Dengan air bersih pun cukup, kata dr. Saman.
Sumber: Resep Herbal e-Salim