Showing posts with label Productive Muslim. Show all posts
Showing posts with label Productive Muslim. Show all posts

Sunday, August 25, 2013

5 Motivasi untuk Mulai Menulis Buku

KOMPAS.com - Tidak semua orang bisa menulis buku, namun banyak yang kemudian lahir dengan sendirinya sebagai penulis. Alasannya beragam. Ada yang memang berniat dan memulai menulis dengan draf, ada juga yang termotivasi karena lingkungan sekitar.
Kelsey Meyer, penulis yang kemudian berkonsultasi dengan sejumlah penerbit dan pengarang, menemukan beberapa alasan yang memotivasi dalam penulisan sebuah buku.
Pertama, karena frustrasi dengan lingkungan sekitar dan minimnya pengetahuan atau informasi mengenai sesuatu. Erin Callinan, pengarang buku Beautifully Bipolar, mengaku menulis buku karena dirinya kecewa dengan lingkungan sekitar.
"Saya frustrasi, dan heran mengapa banyak orang yang menganggap cacat mental itu suatu hal yang negatif, menakutkan, dengan informasi yang tidak akurat sama sekali," ujarnya beralasan.
Erin lalu merasa mesti ada yang menyampaikan dan mengubah sudut pandang ini. Dia punya suara, punya cerita, lalu memulai untuk menuliskan. Pada awalnya dia menulis tanpa ada batasan atau draf. Ia menulis dengan menuangkan apa yang ingin ia sampaikan dengan duduk menyendiri di warung kopi pada saat-saat tertentu.
Dalam proses menulis, ia bahkan tidak khawatir dengan tata bahasa. Kata dia, penyempurnaan akan berlangsung pada masa proses editing.
Motivasi kedua, adalah ketika kita melihat banyaknya orang yang melakukan kesalahan yang sama. Ini merujuk pada pengalaman Stephen Monaco, yang menulis Insightful Knowledge. Ia menyadari dirinya harus menulis sebuah buku begitu melihat banyak orang melakukan kesalahan yang sama, padahal kesalahan tersebut sebisa mungkin dihindari.
"Saya melihat banyak perusahaan mengambil langkah yang salah dalam social marketing mereka. Dengan keahlian yang saya miliki mestinya saya bisa membantu mereka, makanya saya tuliskan bukusocial strategy dan marketing," ujarnya.
Walau tak punya background menulis, dia punya cara lain.  Stephen mengambil langkah kecil dengan bertanya pada seorang teman yang sudah menulis hampir 20 buku dan meminta sarannya. Dari situ ia mengetahui apa saja kiat dan trik yang ia butuhkan supaya bisa mewujudkan niatnya menulis buku.
Motivasi ketiga, adalah menyadari bahwa gagasan yang akan ditulis terlalu besar jika hanya dimuat di blog. Sebagian besar penulis pemula pasti memulai dengan menulis di blog. Namun, Rohit Bhargava, penulis buku Always Eat Left-Handed-15 Surprisingly Simple Secret of Success, punya kiat lain. Menurut dia ketika gagasan terlalu besar untuk hanya dimuat di blog atau surat kabar, dia beralih menjadikannya sebuah buku.
Berikutnya sebagai motivasi keempat, tulislah buku ketika sudah mendapat informasi banyak dan riset yang mendalam tentangnya.
Punya banyak informasi mengenai sesuatu bisa menjadi salah satu motivasi kuat untuk menuangkannya menjadi sebuah buku. Namun bukan berarti itu sebuah kompilasi dari apa yang sudah diketahui. Tulisan tersebut juga mesti memuat opini dan topiknya harus spesifik. Untuk menuliskannya, Anda bisa memulai dengan menyusun rapi semua data yang ada, memilahnya, kemudian merangkai dengan runut.
Adapun motivasi terakhir yang mendorong untuk melahirkan sebuah buku tak lain adalah ketika Anda sudah memulai menulis, maka tuntaskanlah sampai akhir. Amanda Barbara, wakil presiden penerbit Pubslush, mengatakan bahwa untuk mewujudkan menulis buku, yang utama adalah memulai mengerjakannya.
Setiap orang bisa saja mengatakan dirinya ingin menulis sebuah buku, namun selalu mentok di impian dan keinginan, tanpa pernah memulai. Sementara menulis adalah proses trial and error yang memberi banyak pengalaman.
Oleh karena itu kemudian jika ingin menulis, maka tentukan waktu kapan menulis. Bila perlu buatframework dan waktu khusus. Mewujudkan untuk menulis sebuah buku bagaimanapun dimulai dari langkah kecil yang konsisten.
Sumber :

Editor :
Felicitas Harmandini

Monday, July 29, 2013

Kiat Sukses Menulis Buku

KOMPAS.com - Kebiasaan menulis punya banyak manfaat. Menulis dapat menjadi terapi diri karena dengan cara ini Anda dapat mengungkapkan berbagai perasaan. Menulis bahkan bisa membantu menurunkan berat badan karena mendorong seseorang untuk selalu berpikir positif. Kebiasaan menulis pada kaum ibu juga bisa membuat anak lebih kritis. Anda bisa memulai kebiasaan menulis dan menikmati ragam manfaatnya. Bahkan bukan tak mungkin Anda bisa menerbitkan buku dari tulisan-tulisan yang Anda buat. Jika tertarik menulis buku, bahkan berminat menggeluti profesi penulis buku, perhatikan juga sejumlah faktor yang akan menentukan keberhasilan Anda.

Ragam manfaat menulis
Para peneliti menemukan fakta, perempuan yang menuliskan berbagai hal positif selama 15 menit setiap hari dapat membantunya menurunkan berat badan secara signifikan. Pikiran positif ini menjadi kekuatan perempuan karena ketika sedang stres, ia tidak melampiaskan emosinya pada makanan untuk merasa lebih baik. 

Seorang ibu yang terbiasa menulis juga memiliki anak lebih kritis. Kebiasaan menulis dan membaca seorang ibu akan membuat anak terbiasa dengan pemandangan keseharian ibu yang positif. Apa yang ibu baca akan memunculkan keingintahuan anak dan memancing tanya, lantas ibu akan menerangkan dengan cara yang menarik. Jadi, aktivitas ibu suka menulis bukan hanya menumpahkan ilmu dan keingintahuan ibu sendiri akan sesuatu. Hal ini juga berdampak pada anak yang semakin kritis bertanya. Karena anak ibaratnya memeroleh "gizi"" dari setiap jawaban yang diberikan ibu.

Menulis juga dapat menjadi terapi. Ini diakui oleh pelaku seni peran Ine Febriyanti yang terbiasa menulis jika sedang gelisah, marah, saat emosi tidak seimbang. Ia pun menerbitkan tulisannya dalam sebuah buku berjudul 7 Perempuan Urban Sebuah Catatan. Ine tergerak untuk menjadi bagian dari tujuh perempuan urban, yang mengekspresikan pemikiran, perasaan, juga pengalaman melalui tulisan dan buku.

Kiat menulis

Fira Basuki, ibu dua anak penulis 27 buku, memberikan sejumlah kiat menulis, terutama menulis buku. Menurutnya ada empat hal yang perlu diperhatikan saat menulis buku.  Jika ingin sukses menulis buku, penuhi empat faktor ini karena bisa menyelamatkan Anda dari sejumlah kesalahan yang menimbulkan stres atau rusaknya nama baik. Di antaranya:

1. Menulislah dari hati. Tidak terpaksa, dipaksakan, juga memaksakan diri.
2. Jangan pernah punya keinginan terselubung saat menulis. Misalnya, menulis karena ingin terkenal. Hal ini hanya akan menyebabkan stres.
"Banyak penulis muda yang stres karena pretensi. Buku pertamanya sukses, punya banyak penggemar, namun jadi stres karena ia tak juga menghasilkan buku berikutnya sementara penggemar sudah menunggu. Hal ini juga akan berdampak pada nama baik,"tutur Fira seusai peluncuran buku ke-27 karyanya berjudul Cerita di Balik Noda di Jakarta, beberapa waktu lalu.
3. Berikan sesuatu yang bermakna dalam buku tersebut. Tidak harus berisi ilmu pengetahuan, bisa juga hiburan, pengalaman, keahlian yang bermanfaat atau menginspirasi orang yang membacanya.
4. Cari penerbit yang sesuai dengan buku Anda. Jangan sampai buku salah sasaran.

Editor :
wawa

Friday, July 26, 2013

Berjuang Menulis Buku Pertama

KOMPAS.com - ”Ahhh... Rasanya seperti habis melahirkan!” Begitulah Sundari Mardjuki (37) mengungkapkan perasaan lega dan bahagia melihat novel pertamanya, ”Papap, I Love You”, terpajang di rak toko buku.

Bagi Sundari, merupakan perjuangan berat untuk menulis sendiri novel setebal 424 halaman, menembus penerbit, hingga akhirnya karyanya terpajang di toko buku. Sehari-hari, Sundari bekerja sebagai Manajer Pemasaran dan Komunikasi PT Sony Music Entertainment Indonesia. Tekad Sundari menulis buku berawal tiga tahun lalu ketika ia menyaksikan pergulatan sahabatnya, seorang pria yang jadi orangtua tunggal.

”Saya bilang padanya, saya harus menulis cerita tentang dia. Waktu itu belum tahu dalam bentuk apa. Apalagi, saya juga tidak tahu teorinya,” ujarnya.

Ia pun kemudian mulai mengumpulkan bahan, termasuk dengan mewawancarai para pria orangtua tunggal lainnya. Ada kendala, karena sebagian besar pria-pria itu jadi orangtua tunggal karena bercerai. Mereka juga tak biasa curhat urusan pribadi. Toh, Sundari mengatasi kesulitan itu.

Pada 2010, Sundari tinggal setahun di Amsterdam, Belanda, mengikuti tugas suaminya. Di sana, di sela kesibukan mengurus dua anak, ia menulis cerita dari bahan yang sudah terkumpul. Keterampilan menulis juga ia asah dengan mengikuti beberapa lokakarya penulisan.

Setelah naskah selesai, perjuangan berikutnya adalah menggaet penerbit buku. ”Mendapat penerbit tak mudah. Saya senang ketika penerbit pertama langsung tertarik. Tetapi mereka meminta mengubah beberapa isi tulisan. Saya menolak karena tulisan ini seperti bayi saya. Kalau harus ada yang dihilangkan, esensinya juga hilang,” tutur Sundari.

Menggali kenangan
Iwan Setyawan (37) juga berjuang keras untuk menulis buku pertamanya. Ia menuangkan kisah hidupnya dalam novel 9 Summers 10 Autumns, dari Kota Apel ke The Big Apple (2011). Di situ, tergambar perjalanan anak keluarga miskin di Batu, Jawa Timur, ini jadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, hingga menduduki posisi strategis di Nielsen Consumer Research, New York, Amerika Serikat.

Meski hobi menulis puisi, Iwan baru menyadari bahwa membuat tulisan panjang berupa buku butuh energi dan pengorbanan besar. ”Tetapi memberikan kepuasan luar biasa juga,” katanya.

Kampung halamannya di Batu, Jawa Timur, jadi tempat ideal bagi Iwan untuk menggali kenangan. Ia banyak berbincang dengan ayah, ibu, dan keempat saudara perempuannya untuk menyegarkan kembali ingatan. Bagi laki-laki yang gemar yoga ini, menulis bak meditasi. Karenanya, ia menulis sendiri kisahnya.

Sementara Oki Setiana Dewi (23) menggunakan buku harian sebagai sumber penulisan buku pertamanya, Melukis Pelangi (2011). Kata Oki, itulah cara termudah untuk mulai menulis buku.

Pemeran film dan sinetron yang baru merampungkan studi di Sastra Perancis Universitas Indonesia ini sudah menulis tiga buku dalam setahun terakhir. Dua bukunya yang lain adalah Sejuta Pelangi (2011) dan Cahaya di Atas Cahaya (2012).

Di buku pertamanya, Oki mendeskripsikan suasana batin dengan begitu menyentuh. ”Ada pembaca yang bilang ia nangis baca buku saya, itu karena saya nulis-nya juga sambil nangis,” ujarnya.

Saat ini, Oki masih menyimpan cita-cita untuk menulis buku tentang pengasuhan anak. ”Itu buku yang butuh ilmu dan pengalaman panjang,” ujar Oki, yang kini melanjutkan studi Pascasarjana Pendidikan Anak Usia Dini di Universitas Negeri Jakarta.

Meski karya penulis pemula, memoar Melukis Pelangi karya Oki serta novel 9 Summers 10 Autumnskarya Iwan laris di toko buku. Sejak 2011, Melukis Pelangi telah dicetak ulang sembilan kali, sedangkan 9 Summers dan 10 Autumns sudah delapan kali dicetak ulang.

Penulis dan pengamat buku Arswendo Atmowiloto menjelaskan, pengalaman pribadi menjadi titik awal yang baik untuk dituangkan jadi buku. Namun, untuk kelanjutan berkarya, pengalaman pribadi ini perlu diperkaya dengan opini, imajinasi, pengamatan, dan pendalaman wawasan.
(Yulia Sapthiani & Nur Hidayati)

Thursday, July 25, 2013

8 Langkah Jadi Penulis

KOMPAS.com - Siapapun bisa menulis buku, termasuk Anda. Mulailah dari langkah-langkah kecil ini dan jadilah penulis.
1. Tentukan tujuan
Jenis. Tentukan sejak awal apakah ingin menulis sebuah novel, buku tips, atau kumpulan cerpen. Jika Anda telah memiliki banyak kumpulan cerita pendek, tak ada salahnya untuk menggabungkannya menjadi sebuah buku, carilah benang merah untuk setiap cerita. Bila ingin menulis novel, tentukan jalan cerita sejak awal. Untuk buku tips atau fakta, rajin-rajinlah mencari sumber yang bisa dipercaya sebagai bahan tulisan.
Segmen. Setelah menentukan tema, waktunya menentukan siapakah pembaca Anda. Ini penting untuk menentukan gaya penulisan. Bila segmennya dewasa, tidak lucu kan kalau gaya penulisan menggunakan bahasa remaja. Jadi, usahakan untuk memposisikan diri sebagai pembaca.
2. Buat outline
Agar tema tak lari kemana-mana, buatlah outline atau ringkasan ide. Misalnya, bab 1 membahas cerita si A, sedang bab selanjutnya membahas cerita si D, buatlah ringkasan cerita hingga usai. Menentukan jalan cerita dari awal bisa meminimalisasi ide buntu di tengah jalan. Sedang untuk banyaknya bab, itu tergantung sebanyak apa ide yang ingin dituangkan. Coba deh mulai melirik buku-buku yang telah diterbitkan. Dari sana, Anda bisa banyak belajar.'
3. Buat deadline
Target merupakan hal penting dalam menulis. Deadline tetap diperlukan agar buku cepat selesai. Jadi, buatlah tenggat waktu untuk setiap bab, tuliskan pada outline. Misalnya, bab 1 mesti selesai dalam waktu tiga hari. Maka luangkan waktu setidaknya 30 menit dalam sehari untuk menulis. Kalau perlu, mintalah seorang rekan untuk mengingatkan.
4. Siapkan referensi
Perkaya ide dengan banyak membaca. Carilah referensi untuk memperkaya tulisan. Apalagi jika ingin menulis buku tentang tips, tak ada salahnya sering bertukar ide dengan rekan lain. Referensi bisa didapat dari berbagai sumber, mulai dari buku, internet, serta pengalaman orang sekitar.
Anda juga bisa kok, mengamati keadaan sekitar sebagai sumber ide. Sesekali, carilah tempat asyik untuk menulis, di kafe kesayangan misalnya, supaya membuat Anda lebih konsentrasi untuk bekerja. Psst... curhatan seorang teman juga bisa lho, dijadikan ide tulisan.
5. Tulis, tulis, tulis
Bingung mau memulai dari mana, cobalah untuk menulis lepas atau free writing. Tuangkan apa pun yang ada dalam pikiran dalam bentuk tulisan, istilahnya "pemanasan". Percaya deh, biasanya Anda akan langsung terbawa dan tanpa sadar telah menulis sebuah jalan cerita. Memang sih, kadangkala kita membutuhkan mood untuk mulai menulis, namun penulis yang baik tak perlu menunggu mood untuk mulai menulis. Bangunlah mood menulis dengan menulis.
Stephen King dalam bukunya yang berjudul On Writing mengatakan, jika ingin mulai menulis, menulislah dengan bebas, abaikan ejaan dan tanda baca, biarkan imajinasi terbang bebas. Untuk memperbaikinya, lakukan ketika sudah selesai.
6. Review
Jangan ragu untuk membaca ulang tulisan. Setiap selesai satu bab, bacalah kembali. Apakah ritmenya sudah mengalir atau masihkah ada kesalahan penulisan. Agar lebih mudah, buatlah hard copy usai menulis. Buat juga lampiran lengkapnya, seperti cover dan daftar isi. Bacalah kembali dan catatlah apa yang sekiranya perlu diperbaiki. Ini lebih efektif dibanding Anda mengeditnya lewat komputer.
7. Minta testimoni
Buku telah selesai, hore! Tetapi jangan lupa untuk meminta pendapat, ya. Pilihlah rekan yang Anda percaya untuk membaca karya tersebut. Setidaknya, biarkan ia dibaca oleh tiga orang yang berbeda. Mintalah masukan tentang kelebihan dan kekurangannya.
Jangan takut akan kritik, jadikan sebagai sarana untuk bisa menulis lebih baik. Tetapi tak perlu terlalu mengikuti, biarkan karya tersebut tetap menjadi milik Anda, tak perlu mengubah jalan cerita atau gaya penulisan hanya karena satu orang rekan komplain. Namun, Anda boleh saja merevisi di sana-sini bila tulisan mereka anggap kurang menggigit.
8. Publish!
Saatnya untuk berjuang. Banyak cara yang bisa dilakukan agar karya Anda bisa dinikmati banyak orang. Ingin indie atau penerbit, bisa.
(CHIC/Ayunda Pininta Kasih)

Friday, August 3, 2012

[Ramadan Series] Ramadan: A Stepping Stone Out of Depression


I don’t know which side of the fence you are on with regard to the argument over whether Muslims can be depressed or not, as there seem to be many people who argue that we can’t suffer from it because it is the antithesis of how a believer should be. And although that may be true when we look at the ideal state of a Muslim, when I look around at the Ummah I see many people who are experiencing symptoms of depression.

Maybe it snuck in during a low moment of Iman, maybe the people have experienced so many stressful situations that they feel overloaded and have looked for earthly resources to resolve them, maybe they forgot or didn’t have enough knowledge about the deen to help them overcome their feelings of helplessness, or maybe they have an inherited or induced propensity to be depressed.
The reality is that there are many Muslims who do feel depressed and  find it a real struggle to get through every day. They have a continuous low mood or sadness, they feel hopeless and tearful, they have low self-esteem, and they feel guilt-ridden, irritable and intolerant of others. It’s a real struggle for them to get up in the morning or off the couch, because they have no motivation or interest in anything and they find it so difficult to make decisions. All of this affects their work, their home life and, of course, their productivity.
But there is good news for you, if you are one of those people who is feeling depressed, this very special month has so many blessings in it, especially for you! You may be dreading it and feeling that it would just be too hard for you to cope with, but if you’ll permit me to shine a light on some aspects of this month, inshaAllah, you’ll be able to see it as a stepping stone out of where you are now and to a more productive you.

Time to Reconnect with Islam 

The things I hear most often from people suffering from depression who come to me for coaching is that they also feel that they have lost touch with their religion; that their link with Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) (glorified and exalted be He) is very weak and they want to regain it. Ramadan is the perfect time to strengthen that link and renew your faith:
“O you who have believed, decreed upon you is fasting as it was decreed upon those before you that you may become God-conscious” [2:183].
If you start out this month with the intention of getting closer to Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) (glorified and exalted be He), He will come running to help you on your journey. If you’ve slipped far away from Islam, start out with the intention to at least observe the fundamentals of keeping to regular prayers and fasting. And, as the month goes on and you get stronger, add in other things slowly, such as reading some Qur’an daily and gradually increase the amount you read. Before reading it, recite this dua`:
“I ask You by every Name belonging to You which You named Yourself with…that You make the Qur’an the life of my heart and the light of my breast, and a departure for my sorrow and a release for my anxiety” [Ahmed].
You could also listen to some inspirational Islamic talks, the Khutbah on Friday or the talk during Tarawih Prayers, and do more Dhikr. Allah loves consistency, so it is better to do a few things regularly than try to take on too much and not manage it. But whatever you choose, do it with the intention of getting closer to Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) (glorified and exalted be He).

Fasting Enhances Your Feeling of Well-Being

If you are taking medication, have a chat with your doctor to see if you can fast or maybe alter the time you take your medication, because there are actually many benefits to fasting for you.
Research findings have concluded that fasting during Ramadan could be an important factor for improving mental health and the elimination of depression. After a few days of the fasting, higher levels of endorphins appear in the blood, and this makes you more alert and gives an overall feeling of general mental well-being.
It will also help if you make sure you eat more healthily. Don’t break your fast with a quick mood fix of empty carbs, as that will also give you a big mood drop too. Instead break and start your fast with food that is rich in tryptophan, such as bananas, turkey, fish, chicken, cottage cheese, nuts, cheese, eggs, and beans in conjunction with a small amount of carbohydrate, such as brown rice, nuts or a few tablespoons of legumes, as this can boost your body’s serotonin levels and improve your mood.

Exercise to Improve Your Mood

Exercise is probably the last thing you think you want to do when you’re feeling depressed, as it seems such an effort. But did you realise that doing a little of it regularly naturally releases the feel-good hormones that help you to feel happy and calm?
Although it may seem strange to say this, Ramadan is a wonderful time to start getting your body used to more movement, and it can also help to increase your connection with Islam. Start performing Tarawih Prayers, either at home or in the mosque. The regular movement will not only help to digest your Iftar and leave you feeling more energetic, it will also get your body used to the longer periods of sustained activity. And on the days you aren’t praying, take yourself out for a 15-20 minute walk.
You probably know the saying, “A body at rest tends to stay at rest, and a body in motion tends to stay in motion.” So once you get yourself moving again, this can then be the start of your generally doing more physical activity, which will help you to fight your depression.

Thinking of Others

When you’re depressed, most of your thoughts focus on yourself and your problems, and you want to be alone. Ramadan gives you a wonderful opportunity to take some time out to spend time with other people in a non-threatening manner and also to think of what you can do for other people.
If you’re able and up to going to the mosque for Tarawih or to attend talks, or to visit other people to break fast with them, it will be a wonderful opportunity to start to spend time with other people. If you have someone else to go with, that would be ideal. But if you don’t have anyone to go with and you’re not ready to start talking to people yet, you can still go. Just slip in at the back of the room and when you’re ready, you can start mixing more.
Another way to start thinking of others is to help a fasting person break their fast. If hosting an Iftar is a daunting thought, you could make it a Bring-a-Dish Iftar where everyone contributes something, or if that is still too much just yet, you could donate some food to a mosque, send Iftar to a neighbour or to needy people.

Make a Commitment on Paper

Many people find that if they actually write down what they will do on paper, this helps them to keep their commitments much more than if they just kept it in their head. So take a few minutes just to sit down and make a plan of what you will start doing during Ramadan. Include all the times you would pray, do Tarawih, take a walk and read the Qur’an. And importantly, include all the times you’re going to meet other people and then keep to your plan.
The more active you are, the less depressed you’ll feel. It may seem like a struggle at the beginning, especially if you haven’t been active for a while. But gradually, as you use Ramadan as a stepping stone to becoming more active and mixing with more people, your depression will begin to reduce, you’ll begin to take back control of your life and you’ll see your productivity start to increase again. May Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) (glorified and exalted be He) make it easy for you!

NB: If you’ve been experiencing symptoms of depression for most of the day, every day for more than two weeks, you should seek help from your doctor or a counsellor, but this reminder can also benefit you in addition to that, inshaAllah.

About the author:
Amal Stapley is the founder of the CoachAmal service (www.coachamal.com). An experienced Muslim woman coach who accepted Islam in 1992 and graduated from International Islamic University of Malaysia in Psychology and Islamic Studies. She is an accredited i3 consultant who coaches women from around the world and has worked with various Islamic organizations in Malaysia, the US, Egypt and the UK.

Source : http://www.productivemuslim.com/ramadan-series-overcoming-depression-during-the-month-of-mercy/

Wednesday, February 1, 2012

Productive Muslim: Productive SDIT Anak Sholeh Sedayu

ProductiveMuslim Sleep Routine

by Abu Productive on March 13, 2011

If you’ve started waking up early and working in those early hours of the day as we recommend at ProductiveMuslim.com, you’ll find that it’s pretty hard to be consistent each and every day with this routine. And when you search for the reasons for this inconsistency, you’ll realise that it’s mainly because it’s hard to regulate your sleep; one day you sleep well, so you wake up early and can work hard. Other days, you don’t sleep so well and those early hours are pretty difficult to maintain.

student sleeping on books ProductiveMuslim ProductiveMuslim Sleep Routine

Sleep, as any other activity we do as humans, can be optimized by planning well in advance and following a particular routine each night. You might think: “Dude, I just crash and sleep”. Well, that’s one way of doing it, but here’s another routine. Try it out and tell me if sleep doesn’t become a rewarding, spiritual and fulfilling experience for you after this.

The following sleep routine requires you to prepare for it at least 90 minutes BEFORE you actually sleep. And it’s basically dividing those 90 minutes into 3 parts:


1. One third for Your Lord
2. One third for Your Self
3. One third for Your Sleep

1. One third for Your Lord:

This starts with you making wudhu, brushing your teeth, putting on nice clothes and perfume and praying Tahajjud and Witr for Allah (Subhanahu Wa Ta’ala) (Note: If you prefer to wake up before Fajr to pray these night prayers then definitely go with that. However, if you can’t trust yourself to wake up that early, it’s better that you pray Tahajjud and Witr Salah BEFORE you sleep). This is my favourite part of the sleep routine and favourite part of the day!

It’s such a calming experience after going through a long hard day, to stand in front of your Lord, recite His verses, supplicate to Him and ask Him of whatever you desire in this world and the Next. Do this for a couple of nights and you wouldn’t want to give up doing it! In fact, throughout your day, you’ll be anticipating this moment and looking forward to it!
2. One third for Your Self:

This is where you prepare yourself for sleep by putting on your pyjamas, getting into bed and reading a good book for at least 30 minutes. If you’re like me, ideas and thoughts will keep popping into your head as you read, and you will want to save them for later. For these, I have a plain notebook and pen/pencil next to me to scribble anything (and I mean anything) that pops in my head! You’ll be surprised how many great ideas originate from these 30 minutes.

Alternatively, instead of reading, you may spend these 30 minutes brainstorming on a plain notebook any ideas,plans, and projects you have in mind. You don’t have to come up with the ‘perfect’ idea/solution, but simply brainstorm as much as you can then literally “sleep on it” (as the saying goes). In the morning, you’ll be surprised at what your sub-conscious mind brings forth for you.
3. One third for Your Sleep:

I’ve said that this is a third for your sleep, but truly this is a third for your Lord to bless your sleep, and basically this involves going through the duas and verses that one should recite before sleeping as per the Sunnah of Prophet Muhammad (peace be upon him). These include reciting Surah Al-Mulk and Surah Al-Sajdah and other supplications recommended before sleeping. For me, this last part of the routine is like the cherry on top of the cake! Nothing fills you with more tranquility than to sleep having uttered the words of Allah (Subhanahu Wa Ta’ala).

So there you have it, the ProductiveMuslim routine for Sleep. You may think it’s lengthy, but there has been no day that I’ve followed it, except that I’ve slept peacefully and woken up peacefully.

Hope it works well for you and that you have a productive sleep – Sweet dreams!

PS: The ‘ideal’ ProductiveMuslim morning routine

Reference : http://productivemuslim.com/productivemuslim-sleep-routine/