Monday, July 30, 2012

SDIT Anak Sholeh Sedayu Parenting : Anak Bicara Kasar, Inilah Solusi yang Tepat

Anak sering berkata kasar boleh dibilang amat membuat resah orang tua. Namun, ada baiknya jangan buru-buru kesal pada anak bila berperilaku demikian.Menurut Linda Braun, direktur pelaksana dari Families First Parenting Programs di Cambridge, AS, anak bicara kasar adalah bagian dari keinginan anak untuk membantah keinginan orang tua.

Linda menyebutkan, pada dasarnya, membantah bisa dikelompokkan menjadi dua tipe: menggerutu dan bicara kasar. Menggerutu jelas lebih 'halus' ketimbang bicara kasar. Misalnya, saat disuruh mencuci piring seluruh anggota keluarga sesudah makan, anak bisa saja menggerutu. ''Huh, dasar semua mau enak-enakan aja,'' begitu bisa omelannya.Gerutuan tak selalu menunjukkan rasa tidak hormat. Gerutuan lebih merupakan keluhan, mungkin sedikit provokatif, ada upaya menarik Anda masuk dalam perdebatan. Tapi, bila tidak ditanggapi, gerutuan bisa mati sendirinya.

Gerutuan tak selalu menunjukkan rasa tidak hormat. Gerutuan lebih merupakan keluhan, mungkin sedikit provokatif, ada upaya menarik Anda masuk dalam perdebatan. Tapi, bila tidak ditanggapi, gerutuan bisa mati sendirinya. Lain lagi dengan bantahan kasar menggunakan kata-kata kasar. Ini membutuhkan tindakan. Ucapan kasar bersifat menghina dan kurang ajar atau menantang hak dan otoritas Anda secara langsung. Misalnya, saat dilarang mengganggu adiknya, si kakak malah ganti menghardik,''Biarin!'' atau ''Diem. Dasar bawel!''

Intinya, kata-kata kasar adalah ucapan yang tidak menyuburkan pertemanan atau malah 'mendatangkan musuh'. Karena itu, bila anak-anak belajar mengontrol ucapannya, akan lebih baik untuknya dan orang lain. Bantahan anak boleh jadi kasar. Namun, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Dr T Priyo Widiyanto MSi, mengingatkan bahwa itu tak selalu berarti bahwa di dalam diri anak sudah tumbuh perasaan ingin menyakiti orang lain. Bisa saja si kecil yang sedang dalam proses belajar itu hanya meniru teman tanpa paham maknanya.

Ucapan kasar bila dibiarkan akan tumbuh subur. Ujung-ujungnya akan menjadi tantangan kronis bagi upaya Anda mendisiplin anak untuk kepentingannya sendiri. Priyo mengakui, kadang orang tua tidak sabar menghadapi anak yang suka membantah.

Ia mengingatkan, bila orang tua memukul dan membalas dengan kata-kata kasar pula, kekasaran si anak akan meningkat. Sebab, ia belajar dari orang tua yang kasar. Namun, bila bantahan anak secara tidak rasional, orang tua harus tegas. Misalnya, pada kasus anak yang disuruh shalat selalu membantah dan menunda-nunda.

Alumni Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada ini menyarankan agar orang tua bisa memberikan penjelasan-penjelasan yang semakin luas bila sang anak suka membantah. Dengan begitu anak mengerti jika ia membantah terus-menerus kepada orang tua akan terbentuk menjadi orang yang suka membantah.

Akibatnya, bila terbawa pada lingkungan pergaulan, ia tak akan punya teman. Penting diingat, Anda tengah membantu anak mengembangkan kemampuan menyatakan pendapat tanpa menginjak perasaan orang lain. Suatu keterampilan berharga yang akan berguna seumur hidupnya.

Redaktur: Endah Hapsari
Reporter: Nina Chairani

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/12/07/31/m80o2u-anak-bicara-kasar-inilah-solusi-yang-tepat

Monday, July 16, 2012

SDIT Anak Sholeh Parenting: Otak Anak 'Miskin', Otak Anak 'Kaya'

Anak dengan bakal cemerlang dan kecerdasan lebih sering diperlakukan salah
 sehingga malah kesulitan ketika belajar di sekolah (ilustrasi)
 Para peneliti menemukan ada perbedaan antara otak anak ‘miskin’ dan otak anak ‘kaya’. Para peneliti dari Helen Wills Neuranoscience Institute dan the School of Public Health, University of California, Berkeley, mendeteksi ada perbedaan respons bagian otak depan pada kedua kelompok anak itu. Yakni, prefrontal cortex, bagian otak yang mengontrol tugas kognitif seperti pemecahan masalah dan kreativitas.

Sebanyak 26 anak normal berusia 9-10 tahun dikerahkan untuk penelitian ini. Separuh dari mereka dari keluarga berpendapatan tinggi atau status sosial ekonomi tinggi (SSE) dan seperuh lagi SSE rendah. Pada anak-anak itu dilakukan pemeriksaan electroencephalography( EEG) menggunakan elektroda pada kulit kepala untuk mengukur kegiatan dalam otak. Cara serupa juga digunakan untuk mengukur epilepsi, gangguan tidur, dan tumor otak.

Pada setiap anak, diukur kegiatan otak saat ia melakukan tugas sederhana: Menonton sekuen segitiga-segitiga yang diproyeksikan di layar. Anak-anak itu diperintahkan mengklik sebuah tombol ketika gambar segitiga yang sedikit dimiringkan muncul di layar. Tapi, di samping itu muncul juga stimulus baru berupa gambar tak terduga seperti foto anak anjing atau Miki dan Mini Tikus.

EEG memungkinkan respons otak yang amat cepat, dalam 200 milidetik atau seperlima detik. Anak-anak dengan SSE tinggi menunjukkan lebih banyak aktivitas dalam prefrontal cortexketimbang yang dari SSE rendah ketika diberi stimulus baru dan yang tak terduga. ‘’Anak-anak dari tingkat SSE lebih rendah menunjukkan pola-pola fisiologi otak sama dengan seseorang yang mengalami kerusakan pada frontal lobe—bagian depan otak yang mengatur aliran informasi, terlibat pada proses pemikiran yang lebih tinggi— di usia dewasa,’’ kata Robert Knight, direktur lembaga itu dan juga guru besar psikologi UC Berkeley.

Rendahnya respons anak ber-SSE rendah ini, menurut peneliti, sama dengan respons orang dewasa yang menderita kerusakan frontal lobeakibat stroke. Padahal, anak-anak ini tak mengalami kerusakan saraf, tak ada pemaparan prakelahiran pada obatobatan dan alkohol, tak ada kerusakan saraf. Tapi, prefrontal cortex-nya tak berfungsi seefisien seharusnya. Tentu saja, kata Knight dkk, hasil penelitian ini tak otomatis berlaku pada setiap orang miskin.

Ini suatu langkah maju. Penelitian-penelitian sebelumnya baru pada tingkat menunjukkan kemungkinan hubungan antara fungsi frontal lobedan perbedaan perilaku pada anak dari SSE rendah dan SSE tinggi. ‘’Penelitian kami adalah yang pertama melakukan pengukuran langsung aktivitas otak,’’ kata psikolog kognitif Mark Kishiyama.

Rekan Kishiyama, W Thomas Boyce, guru besar UC Berkeley menambahkan, selama ini para pemerhati anak tahu anak-anak tumbuh besar dalam lingkungan miskin memiliki lebih banyak masalah dengan urusan pengendalian perilaku. ‘’Di sinilah keterlibatan prefrontal cortexitu,’’ katanya, ‘’Tapi, fakta bahwa kita melihat perbedaan fungsional dalam respons prefrontal cortex pada anak ber-SSE rendah itu definitif (pasti).’’

Dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan ini akan muncul sendiri dalam pemecahan masalah dan prestasi akademik di sekolah. Boyce, yang juga dokter anak dan psikobiolog pertumbuhan, mengepalai program riset gabungan UC Berkeley/UBC research WINKS - Wellness in Kids - meneliti bagaimana anak yang tak beruntung tumbuh besar dalam kondisi SSE rendah berubah perkembangan dasar sarafnya dalam beberapa tahun pertama sejak kelahirannya.

Knight melihat penelitian baru ini sebagai alarm. Bukan hanya karena anak-anak ini miskin dan cenderung mengalami masalah kesehatan. ‘’Tapi, mereka mungkin tak mencapai perkembangan otak sepenuhnya akibat lingkungan relatif ‘memiskinkan’ (otak, red) dan penuh tekanan yang diasosiasikan dengan SSE rendah: sedikit buku, kurang membaca, kurang permainan, sedikit kunjungan ke museum.’’

Kishiyama, Knight, dan Boyce menduga, perbedaan otak itu bisa dihilangkan dengan pelatihan yang layak. Mereka bekerja sama dengan para ilmuwan saraf UC Berkeley yang menggunakan sejumlah permainan untuk meningkatkan fungsi prefrontal cortexdan dengan begitu meningkatkan kemampuan nalar anak usia sekolah.

‘’Ini bukan hukuman seumur hidup,’’ Knight menekankan.

‘’Kami rasa dengan intervensi dan pelatihan yang tepat, Anda bisa mendapatkan kemajuan dalam perilaku dan penunjuk fisiologis.’’

Para peneliti menduga lingkungan yang penuh tekanan dan pemiskinan kognitif adalah biang penyebabnya. Pada binatang, stres dan lingkungan yang buruk menunjukkan pengaruhnya pada prefrontal cortex.

Boyce mencatat, studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin mendengar 30 juta kata lebih sedikit hingga usia empat tahun ketimbang anak dari kelas menengah. Hal sederhana dan mudah untuk mendongkrak performa prefrontal cortexadalah berbicara dengan anak.

‘’Penting bagi orangtua untuk memahami bahwa penting bagi anak untuk duduk makan malam bersama orangtua mereka,’’ kata Boyce, ‘’dan pada saat makan malam itu sangat baik ada percakapan di antara mereka.’’
Redaktur: Heri Ruslan
Sumber: berkeley.com 
 
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/12/07/16/m785qw-otak-anak-miskin-otak-anak-kaya

SDIT Anak Sholeh Sedayu Parenting : Mengajar Anak dengan VCD Edutainment, Ini Caranya

Aji mempunyai dua anak balita. Karena Aji dan istrinya bekerja, mau tak mau mereka memasrahkan buah hati kepada pembantu. Namun, pasangan ini tak ingin sang pembantu sembarangan mendidik anak.
Mereka pun membekali pembantu sejumlah VCD untuk diputar, seperti VCD Baby Genius, Brainy Baby, Baby Einstein, dan Barney. VCD itu untuk anak-anak agar mereka belajar kata-kata, mengerti bentuk-bentuk, warna, lagu-lagu.


''Saya nggak ingin anak-anak belajar dari sinetron tontonan pembantu,'' ungkap Aji. Meskipun bersifat pendidikan, muatan VCD dibuat menyenangkan dengan gambar dan warna yang menarik dan lagu-lagu yang lucu sehingga disebut education entertainment alias edutainment. Tak heran bila sejak awal ditayangkan, si sulung, Mirna (4 tahun) antusias menyaksikan tayangan demi tayangan.

Dia senang meniru setiap gerakan dan menyanyikan lagu-lagu. Ketika Maya, sang ibu menguji tentang warna, angka, dan abjad, Mirna tak ragu menjawabnya. Maklumlah semua itu karena sudah biasa dilihat Mirna di VCD.Memang, bagi Mirna dan Dita (2 tahun) tiada hari tanpa menonton VCD. Sepanjang ayah bundanya bekerja, selama itu pula Mirna dan adiknya menonton VCD. Ketika makan pun sambil menonton VCD.

Sudah bisa duduk
Efektifkah membekali kecerdasan anak-anak dengan tayangan VCD?
Menurut psikolog Wita Mulyani, anak-anak balita sangat antusias menonton layar kaca. Apalagi tayangan di VCD kecerdasan, menampilkan materi dan visual yang sangat menarik. Ada aneka warna, gambar, bentuk, angka, huruf dan lagu yang sangat disukai balita. Harapan orangtua dengan menyuguhkan VCD, tentu agar anak balitanya menjadi cerdas.

Harapan itu tidak berlebihan karena tayangan itu bisa menstimulasi memori anak. Dan, anak-anak pun senang serta mau mengikuti seperti yang ditayangkan di VCD.Sebelum menyuguhkan VCD edutainment, orangtua harus mengetahui perkembangan si anak. Dari sisi usia, Wita berpendapat, balita yang diperkenankan menonton VCD adalah sudah bisa duduk. Keterampilan motorik anak sudah baik sehingga anak bisa mencari posisi menonton yang nyaman, tidak tiduran.Sekitar usia sembilan bulan atau setahun sudah bisa diperkenalkan menyaksikan tayangan VCD edutainment. ''Usia segitu,'' lanjut psikolog perkembangan anak ini, ''anak sudah bisa melihat jelas dan pemahamannya sudah lebih baik.''

Namun, orangtua harus memerhatikan frekuensi menonton anak. Sebab, hal ini dapat memengaruhi stimulasi perkembangan si anak. ''Orangtua jangan membiar anak-anak balita panteng (terus-menerus, red) di depan TV. Mereka harus diberi selingan kegiatan lain, yaitu bermain, bergerak, dan berinteraksi dengan yang lain,'' ujar Wita kepada Republika.

Batasi waktu
Berapa lama anak boleh menonton VCD? Wita menyebut jatah waktu menonton tayangan VCD bagi balita usia satu tahun, maksimal satu jam dalam sehari. Sedangkan usia tiga tahun hingga lima tahun maksimal menonton selama dua jam atau tiga jam dalam sehari.''Itu pun tidak boleh nonstop selama tiga jam, harus diselingi kegiatan lain,'' katanya. Sebab, dampak menonton terus-menerus tidak baik bagi kesehatan mata, fisik, dan otak anak.

Walaupun anak menonton acara bermanfaat, Wita mengingatkan efek lain yang penting diperhitungkan. ''VCD sama seperti tayangan TV bersifat satu arah,'' ungkapnya. Dengan melihat tayangan di televisi memang anak mendapatkan sesuatu. Ttetapi reaksi itu jauh berbeda jika anak melihat langsung apa yang dilihatnya.

Seorang balita yang melihat dan mendengar suara kerincing di layar kaca akan berbeda dengan anak yang melihat secara langsung. Daya tangkap anak akan lebih kuat ketika anak melihat, mendengar dan meraba benda yang ada di hadapannya ketimbang menonton visual saja.

Yang terpenting orangtua jangan membiarkan anak-anak menonton sendirian. ''Saat menonton anak-anak harus didampingi oleh orang dewasa,'' tegas lulusan S1 dan S2 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.Tugas pendamping memberikan penjelasan dan pemahaman kepada si anak.

Ketika tayangan menampilkan bentuk segi tiga atau kata-kata dalam bahasa Inggris, anak tidak sekadar mengucapkan tapi orang dewasa ikut yang menjelaskan. Anak-anak pasti antusias dan akan konsen mendengarkan pemahaman itu. Oleh karena itu, bukan berarti setelah menyuguhi VCD kecerdasan, orangtua lepas tangan membiarkan anak menonton sendirian.

Tak selalu tertarik
Dari menyuguhkan VCD edutainment, orangtua bisa melihat perkembangan si anak. Caranya, kata Wita, ''orangtua bisa memancing menyanyikan lagu-lagu seperti yang ada di VCD.''
Lihatlah tanggapan anak. Apakah si balita hafal atau tidak? Ketika diperlihatkan warna-warna, apakah anak merespons bahwa mengetahui warna itu atau tidak?

Anak-anak yang tertarik dengan tayangan pendidikan di VCD, umumnya akan meniru sesuai informasi yang ditampilkan. ''Tapi kalau anak tidak tertarik jangan khawatir dulu,'' kata Wita, buru-buru menambahkan.Ketidaktertarikan itu, menurut dia, bukan berarti anak kurang antusias terhadap tayangan pendidikan itu. Bukan juga berarti bahwa ada keterbatasan kecerdasan si anak.

Ia melihat kemungkinan anak memiliki kecenderungan mudah beralih, sehingga tidak suka berlama-lama menonton di layar kaca. Sebab, ada juga anak yang kurang tertarik, tapi setelah sering diputar baru menyukai. Setelah menyukai, ketagihan diputarkan VCD yang lain.

Bagi anak-anak yang telanjur menikmati tayangan VCD, perkaya kecerdasan anak dengan menyuguhkan tayangan yang lebih variatif. Orangtua jangan terus-menerus menayangkan VCD yang sama karena akan bosan. Minggu ini anak bisa menonton VCD mengenai lagu-lagu, minggu berikutnya angka, huruf, warna, dan seterusnya.

Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: Susie Evidia Y
 
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/12/07/16/m785z6-mengajar-anak-dengan-vcd-edutainment-ini-caranya