Wednesday, March 28, 2012

Studi: Tas Sekolah Berat, Anak Bisa Terkena Scoliosis

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Anak-anak, yang bersekolah dengan membawa tas sekolah berat, menghadapi risiko lebih besar terkena nyeri punggung. Demikian hasil penelitian sebuah tim peneliti Spanyol.

Temuan tersebut didapat dari hasil penelitian terhadap 1.400 anak sekolah di Galicia Utara, Spanyol. Mereka berusia antara 12 dan 17 tahun. Hasil penelitian tersebut dimuat dalam jurnal Inggris 'Archives of Disease in Childhood'.

Semua murid dipecah menjadi empat kelompok berdasarkan berat tas mereka. Siswa yang berada di kelompok dengan tas paling berat memiliki risiko 50 persen lebih tinggi untuk menderita nyeri punggung. Mereka memiliki risiko 42 persen lebih tinggi untuk menderita patologi punggung dibandingkan dengan kelompok siswa dengan tas paling ringan.

Patologi punggung yang umum terjadi pada murid adalah scoliosis. Yaitu, lengkungan tidak normal pada tulang belakang.

"Hasil yang diperoleh memiliki dampak kuat," kata Alberto Ruano, profesor University of Santiago de Compostel, dalam jurnal tersebut. "Kami sangat mendorong masyarakat pendidikan dan medis agar mulai memberi penjelasan kepada para orang tua dan anak sekolah mengenai risiko yang ditimbulkan oleh tas sekolah yang berat.''

Sumber :
Redaktur: Didi Purwadi
Sumber: Antara/Xinhua-0ANA
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/12/03/18/m126xt-studi-tas-sekolah-berat-anak-bisa-terkena-scoliosis

Monday, March 12, 2012

Baru Tiga Tahun Mau Sekolah, Boleh tidak Ya?

REPUBLIKA.CO.ID, Si kecil baru berusia tiga tahun. Namun, dia sudah tertarik dengan angka dan semangat kalau dibacakan cerita. Apakah sudah saatnya dia bersekolah?

Menurut Elly Risman, seorang psikolog, anak memiliki kecenderungan untuk meniru apa saja yang dilihatnya baik dari anggota keluarga atau lingkungan. Melihat teman-temannya pergi sekolah, ia juga terdorong untuk melakukan hal yang sama. Bila ini yang terjadi, sebaiknya orangtua mengembangkan sisi kecerdasan emosi anak dengan berbagai cara karena inilah saat yang pas untuk membentuk dasar-dasar etika anak.

Menurut seorang dokter yang meneliti kerja otak selama bertahun-tahun, usia 0-3 tahun bagian otak yang siap untuk dikembangkan adalah amigdala yang berkaitan dengan emosi, pada usia ini sebaiknya bayi diberi kesempatan untuk menerima rangsangan-rangsangan baru agar otaknya selalu aktif dan membentuk sambungan-sambungan.

Anak sebaiknya bertemu dengan banyak orang dan belajar berbagai ekspresi dari orang-orang yang ditemuinya. Orang tua diharapkan menunjukkan perasaan-perasaan positif dan ekspresi wajah yang sama dengan perasaannya. Ekspresi marah dan emosi negatif akan merusak otak anak. Sedangkan ekspresi emosi positif akan menguatkan kerja dan fungsi otak.

Jika anak sudah berkembnag kematangan emosinya, terlihat dari kemampuan mengontrol dorongan-dorongan dari dalam dirinya, dengan mudah anak mencapai kematangan intelektualnya yang siap dikembangkan pada usia 6 tahun dan seterusnya. Pada usia ini, bagian otak anak yang berkaitan dengan membaca, menulis, dan berhitung sudah matang. Dengan latihan yang menyenangkan, anak dengan cepat dapat membaca dan berhitung, ia menjalani fitrahnya sebagai manusia yang diciptakan Allah SWT secara bertahap-tahap.

Sebaliknya jika belajar calistung (baca,tulis,berhitung) lebih dulu dikembangkan anak akan mengalami jurang yang dalam antara kematangan emosi dan kematangan intelektualnya. Anak tumbuh cerdas namun cenderung impulsif tidak dapat mengontrol emosinya.

Sumber :
Redaktur: Endah Hapsari
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/12/03/12/m0rokg-baru-tiga-tahun-mau-sekolah-boleh-tidak-ya

Tuesday, March 6, 2012

Supaya Anak Rajin Menabung, Begini Caranya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ingin agar anak terbiasa menabung? Jangan ditunda, ajarkan kebiasaan baik itu sejak dini. Bahkan, idealnya sejak anak masuk usia sekolah. “Mengajar anak menabung di usia sekolah lebih mudah,” ujar psikolog anak Universitas Indonesia, Indri Savitri.

Indri mengatakan anak di usia sekolah lebih mudah diajarkan menabung karena mereka biasanya lebih gampang diberikan pemahaman. Di usia sekolah, anak biasanya memiliki kegemaran jajan. Hal ini bisa karena faktor lingkungan maupun bawaan diri sang anak. Dalam hal ini orang tua, kata Indri, perlu mengajarkan cara memilih jajanan yang perlu dibeli dan mana yang tidak. Dengan memberikan pemahaman memilah jajanan, anak secara tidak langsung diajarkan menyisakan uang.

Indri mengatakan, kunci mendidik anak agar gemar menabung adalah konsistensi. Para orang tua tidak boleh gampang putus asa atau gampang puas saat mendidik anak. Hal ini karena sifat anak-anak yang gampang berubah. Mereka bisa dengan mudah menyerap “masukan” baru dari lingkungannya dan melupakan ajaran dari orang tua.

Saat mengajar anak menabung, ada baiknya orang tua memberikan motivasi kepada mereka. Motivasi bisa berupa manfaat yang akan didapatkan anak bila rajin menabung. ''Orang tua misalnya bisa menggambarkan kepada anak bahwa dengan menabung mereka bisa membeli mainan yang diinginkan. Atau dengan menabung mereka bisa berliburan ke tempat yang mereka idamkan,'' ujar Indri.

Hal penting lain dalam mendidik kebiasaan menabung pada anak adalah memberikan penghargaan atau sanksi. Penghargaan menjadi penting agar anak merasa yang mereka lakukan mendapat perhatian. Penghargaan misalnya bisa berupa liburan ke tempat yang diinginkan anak apabila tabungan mereka mencapai target yang ditetapkan.

Selain itu, memberi sanksi kepada anak yang boros juga perlu agar mereka sadar ada konsekuensi yang harus diterima bila berbuat tidak baik. Sangsi misalnya bisa berupa pengurangan uang jajan.

Terlepas dari semua itu, yang tidak kalah penting saat melatih kebiasaan menabung pada anak adalah dengan memberikan teladan. Orang tua tidak boleh hanya bisa mengajarkan tetapi juga mesti melakukan. Indri mengatakan Anak yang memiliki orang tua hobi belanja biasanya akan kesulitan melatih sifat hemat. “Gaya hidup orang tua sangat mempengaruhi kebiasaan anak,” ujarnya.

Sumber :
Redaktur: Endah Hapsari
Reporter: M Akbar Widjaya
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/12/03/06/m0gbhi-supaya-anak-rajin-menabung-begini-caranya