REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prof Dr Yunahar Ilyas
Suatu hari, selesai memberikan pengajian di sebuah masjid, seorang jamaah mendekati dan menyalami saya. Tampaknya ada sesuatu yang mau disampaikan. Tetapi, karena masih ada jamaah lain maka pembicaraan kami bersifat umum saja. Setelah jamaah lain pamit dan tinggal kami berdua, barulah dia mulai menyampaikan persoalannya. "Sekarang saya baru sadar Ustaz."
Sambil melihat sekeliling, memastikan tidak ada jamaah yang datang, dia melanjutkan. "Begitu pandainya saya menyembunyikan, sehingga tidak ada yang tahu." Saya mulai menduga-duga ke mana arah pembicaraan. Sepertinya dia mau memberikan sebuah pengakuan. Barangkali dia berselingkuh, istri, mertua, orang tua, dan teman-temannya tidak tahu. Sekarang betapa banyaknya laki-laki berselingkuh dan pandai menyembunyikan perselingkuhannya.
"Menyembunyikan apa, Pak?" tanya saya. Karena dia tidak segera menjawab, saya sampaikan dugaan yang ada dalam pikiran saya. "Maaf, apa Bapak berselingkuh?" Dia malah tertawa. "Bukan Ustaz, saya tidak punya potongan untuk berselingkuh. Saya dulu peminum Ustaz." Dia diam sebentar, sepertinya mengingat masa mudanya. "Sejak muda saya sudah peminum. Bermacam-macam minuman keras sudah saya coba. Mula-mula yang berkadar alkohol rendah, lalu meningkat dengan kadar alkohol yang lebih tinggi. Sampai kemudian saya menikah."
"Apakah setelah menikah Bapak masih minum?" Dia menjawab masih minum. "Apakah mertua, terutama istri Bapak tidak melarangnya?" selidik saya. "Di situlah masalahnya Ustaz. Saya pandai sekali menyembunyikannya. Tidak ada yang tahu," jawabnya sambil sesekali melihat kiri kanan khawatir ada yang datang.
"Hebat sekali Bapak menyembunyikannya. Bertahun-tahun jadi peminum kok tidak ada yang tahu." Mendengar pujian saya bernada sinis itu dia tersenyum, tapi senyumnya kecut. Rupanya Bapak itu pandai mengatur kapan minum, di mana boleh minum, dan di mana tidak minum. Barangkali dia juga pandai mengatur di mana dan jam berapa boleh mabuk. Jarang peminum yang bisa menyembunyikan kebiasaan buruknya itu dalam waktu cukup lama dari keluarganya.
"Sekarang tentu Bapak sudah taubat kan?" tanya saya. Kalau orang sudah rajin shalat berjamaah di masjid dan mendengarkan pengajian, dapat dipastikan sudah bebas dari hal-hal semacam itu. Tidak mungkinlah peminum rajin ke masjid. Dengan anggukan dia menjawab, "Ya, Ustadz. Saya sudah taubat, tapi sudah terlambat." Segera saya yakinkan dia, bahwa tidak ada istilah terlambat untuk taubat. Selagi nyawa masih di kandung badan tetap dapat bertaubat. "Betul Ustaz," jawab dia.
"Kalau hubungannya dengan dosa, mudah-mudahan dosa saya diampuni oleh Allah SWT. Tetapi dari kesehatan, saya sudah terlambat sadar. Dokter menyatakan liver saya sudah berlobang akibat sering minum minuman keras. Beberapa waktu lalu saya dirawat di rumah sakit, karena perut saya bengkak." Saya kemudian membesarkan hatinya, semoga penyakitnya segera disembuhkan Allah SWT.
Itulah pertemuan saya yang terakhir dengan jamaah tersebut. Beberapa waktu kemudian dia meninggal dunia setelah kembali dirawat karena sakit livernya. Sering orang baru sadar dengan larangan Allah SWT setelah mengalami akibatnya sendiri.
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/01/14/lxsmvg-terlambat-sadar
Redaktur: Heri Ruslan
STMIK AMIKOM
Menuju Generasi Beriman..Berilmu..dan Beramal " Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar". (QS. 4:9).
Labels
- Aktivitas Siswa (27)
- Aktivitas Ustadz-ustadzah (3)
- Artikel Ustadz -Ustadzah (18)
- Character Education (7)
- Hikmah (14)
- Info PSB (4)
- Parenting School (18)
- Productive Muslim (6)
- Profile Lembaga (6)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment