Nur Faizin, M., mengatakan : Pada dasarnya manusia dilahirkan memiliki karakter yang fitrah. Rasulallah SAW bersabda, "Setiap bayi dilahirkan di atas fitrah." (HR Bukhari Muslim). Allah SWT juga menegaskan bahwa setiap jiwa manusia telah berjanji untuk beriman kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya.
Firman Allah: "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): `Bukankah Aku ini Tuhanmu?' Mereka menjawab: `Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi'."(QS al-A`raf [7]:
Namun, fitrah manusia tidak selamanya dapat dijaga sehingga setiap Muslim dapat menjadi pribadi-pribadi yang bersih dan jujur serta berakhlak karimah. Kemurnian fitrah manusia dapat dengan mudah terkontaminasi oleh pendidikan yang diberikan orang tua, masyarakat sekitar, dan bahkan sistem yang mendukung seseorang menjadi pribadi yang kehilangan karakternya.
Pribadi-pribadi yang kehilangan fitrahnya akan membentuk komunitas yang tidak berkarakter; mereka akan menjadi masyarakat jahiliyah dan cenderung plagiasi. Dalam konteks seperti itulah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW kepada orang-orang jahiliyah yang hidupnya hanya mengikuti nenek moyang mereka yang tersesat dan menyembah berhala.
Indonesian Heritage Foundation yang didirikan oleh DR. Ratna Megawangi dan DR Sofyan Jalil telah menawarkan sekolah karakter. Penciptaan emosi positif dalam lingkungan yang menyenangkan adalah prasarat dari kesuksesan pendidikan. (Ummi, April 2011)
Di sekolah tersebut terdapat Sembilan pilar pendidikan, yaitu:
1. Cinta tuhan dan segala ciptaan-Nya
2. Kemandirian, Disiplin dan tanggung jawab
3. Kejujuran, Amanah dan berkata bijak
4. Hormat dan santun
5. Dermawan, Suka menolong dan kerjasama
6. Percaya diri, Kreatif dan Pantang menyerah
7. Kepemimpinan dan keadilan
8. Baik dan rendah hati
9. Toleransi, Kedamaian dan kesatuan
Sedangkan tahapan yang perlu dilakukan dalam penanaman Sembilan pilar melalui empat tahap, yaitu :
1. Knowing (mengetahui),
2. Reasoning (rasionalisasi),
3. Feeling (merasakan)
4. Acting (Aksi)
Wahyu Farrah Dina, M.Sc., (Kepala Sekolah Karakter) mengatakan bahwa sebelum anak tahu, mereka harus tahu alasannya dan dapat merasakan kebaikan dari tindakannya itu. Itu dilakukan berulang-ulang, barulah bisa menjadi karakter.
Konsep pendidikan karakter yang diterapkan pada siswa tentu mampu menumbuhkan generasi yang berkarakter, yang seluruh aspek kehidupannya , yaitu : Emosi, kognitif, kreativitas, fisik, moral dan spiritual, akan terintegrasi dengan baik. Pada akhirnya, membawa Indonesia menjadi bangsa yang berkarakter.
Lebih jauh Nur Faizin menyampaikan, bahwa Pendidikan karakter yang terpenting adalah pendidikan moral dan etika. Rasulullah SAW sendiri pun menegaskan hal itu dalam sabdanya, "Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak karimah." (HR Ahmad dan yang lain). Menumbuhkan kembali akhlak karimah haruslah menjadi kompetensi dalam proses pendidikan karakter setiap bangsa.
Strategi Rasulullah SAW tersebut patut dijadikan teladan oleh bangsa kita. Tanpa paradigma yang tepat tentang hidup dan tujuannya, undang-undang dan sistem apa pun yang dibuat menjadi sia-sia belaka. Kita semestinya mampu menjaga kemurnian karakter, meluruskannya jika salah, membentuk sistem yang tidak merusaknya, serta mengawasinya dengan sebaik-baiknya. Wallahu a`lam
Sumber:
Majalah Ummi
Republika online
No comments:
Post a Comment