Sunday, August 20, 2017

Pantomim perform saat visitasi Akreditasi SDIT Anak Sholeh

Pada tanggal 16 dan 17 Agustus SDIT Anak Sholeh mendapat visitasi oleh dua asesor Badan Akreditasi Propinsi. Yaitu  Bapak Purwanto, MP dan Bapak Mahmudi Ali, S.Ag, M.Ag.Saat menyambut kehadiran asesor tersebut anak-anak yang bergabung dalam Eskul Pantomim Anak Sholeh ikut berpartisipasi.

 Bapak Purwanto, MP dan Bapak Mahmudi Ali, S.Ag, M.Ag.

Foto Anton Yudhana.


Thursday, April 27, 2017

Cara Jitu Tingkatkan Kepercayaan Diri Anak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasa percaya diri anak ternyata berpengaruh pada kehidupan di masa depannya. Ini diperlukan untuk membantu anak menghadapi situasi apapun serta mengajarkan nilai-nilai positif sejak kecil.

Psikolog Anak, Elizabeth Santosa, mengatakan keterlibatan orangtua dalam menumbuhkan rasa percaya diri anak tentu sangat dibutuhkan. Untuk mencapainya orangtua dapat mengajak si kecil melakukan kegiatan di dalam maupun luar rumah yang menyenangkan dan menantang. 

"Waktu yang berkualitas salah satu pola asuh untuk mendukung anak tumbuh penuh dengan cinta dan juga orangtua harus terlibat dengan semua kegiatan bersama anak selalu ada setiap event dalam hidupnya," kata Elizabeth kepada Republika.co.id di Jakarta.

Menurutnya, rasa percaya diri pada anak dimulai dari diri orangtua itu sendiri. Melalui interaksi dengan orang lain, anak pasti akan meniru apa yang orangtuanya lakukan.

"Children see, children do. Jadi orangtuanya itu berperilaku apa pasti anaknya ikut. Kalau anak dibuat percaya diri berarti dia harus lebih berani kan, berarti orangtuanya juga harus berani. Contoh yang bisa kita lakukan adalah kalau kita di tempat main, ada anak kecil, nah kita tanya 'hai adik...', jadi anak kita ngikut. Terus mama-mama itu bisa sempatkan waktu lah untuk bisa aktif sama mama-mama lain", tutur Lizzie, panggilan akrabnya.

Menurut Lizzie, kontak emosional dan fisik dengan orang lain dilakukan supaya orangtua dan anak bisa saling dekat dengan satu sama lain. Kemudian orang tua pun tentunya bisa memonitor si buah hati.

Biasanya, orangtua yang serba berani melakukan sesuatu, berani berpendapat atau mengambil risiko, kemungkinan anak akan seperti itu pula. "Mama yang pede biasanya jarang anaknya tidak pede. Pasti pede juga. Kecuali memang karakternya memang sudah pemalu dari awal. Tapi saya rasa semua itu bisa dilatih," ucapnya.

Selain itu, kehadiran orangtua saat anak tampil di sekolah, juga dapat membantu anak tumbuh dengan percaya diri yang kuat karena anak akan merasa didukung sepenuhnya. Untuk mendukung orangtua Indonesia mewujudkan anak-anak yang ekspresif dan membanggakan orangtua, Cussons menyelengarakan kompetisi foto dan video bayi dan anak usia nol sampai tujuh tahun bertema Wujud Ekspresif Anak 'Tumbuh dengan Cinta'.

"Ajang kompetisi kali kelima ini yang bukan sekadar kompetisi foto dan video biasa, tapi merupakan sebuah media yang tepat untuk memperlihatkan bagaimana eratnya ikatan orangtua dan anak dalam mengabadkkan momen anak yang tumbuh dengan cinta," ujar Marketing Director PT PZ Cussons Indonesia, Ningcy Yuliana.

Elizabeth turut menyampaikan bahwa kompetisi seperti ini merupakan salah satu cara tepat agar anak berani tampil untuk menumbuhkan rasa percaya diri. "Mengabadikan keceriaan buah hati secara alami melalui media foto dan video sudah menjadi kegiatan yang tidak asing bagi orangtua dan kegiatan ini akan menumbuhkan anak dengan cinta," ujar Elizabeth.

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/17/03/29/onkksw328-cara-jitu-tingkatkan-kepercayaan-diri-anak

Tuesday, March 28, 2017

Kurang Nutrisi, Anak Sulit Lakukan 5 Hal Sederhana Ini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asupan vitamin dan mineral yang cukup memegang peranan penting bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak, khususnya di 1.000 hari pertama kehidupan. Kekurangan gizi dapat memberi dampak jangka panjang bagi kognitif, fisik dan juga kesehatan anak maupun bayi.

Kurangnya asupan gizi dapat membuat tubuh anak tidak mampu untuk hal-hal sederhana yang sebenarnya mudah dilakukan dalam kondisi gizi terpenuhi. Setidaknya lima hal sederhana yang sulit dilakukan tubuh anak jika kebutuhan gizi tidak terpenuhi.

Menyembuhkan Lutut yang Tergores
Anak-anak memiliki banyak energi untuk bermain. Terkadang, permainan yang dilakukan membuat anak mengalami memar atau kulit yang terkelupas di bagian lutut akibat terjatuh.

Dalam hal ini, vitamin C sebagai penunjang sistem imun memegang peran penting dalam menyembuhkan luka yang terbuka. Proses penyembuhan dapat menjadi lebih lambat ketika kekurangan vitamin C. Proses penyembuhan luka yang lebih lama membuat anak lebih berisiko terhadap infeksi dan sakit.

Bersantai dengan Buku
Membaca tidak hanya menunjang perkembangan kognitif dan intelektual anak tetapi juga mendorong daya imajinasi anak. Sayangnya, kekurangan vitamin A dapat membuat anak sulit untuk mencerna kata dan cerita dari buku yang dibaca anak.

"Vitamin A penting dalam menjaga kesehatan mata," kata ahli gizi terdaftar sekaligus pemilik AB Family Nutrition di Doral, Alexandra Briceno, seperti dilansir Huffington Post.

Kekurangan vitamin A merupakan salah satu masalah gizi serius yang dialami banyak negara di dunia. Kekurangan vitamin A yang parah dapat berisiko menyebabkan kehilangan penglihatan. Kasus kekurangan vitamin A ini cukup sering ditemukan pada ibu hamil dan anak-anak.

Berkejar-Kejaran dengan Teman
Bermain kejar-kejaran dengan teman merupakan hal yang umum dilakukan oleh anak-anak. Akan tetapi, upaya untuk mengejar teman sambil berlari membutuhkan banyak energi untuk dibakar.

Kekurangan vitamin B dapat membuat anak merasa berat untuk berkejar-kejaran dalam waktu lama. Vitamin B, khususnya B12, membantu tubuh untuk mengubah makanan menjadi 'bahan bakar'. Kadar B12 yang rendah pada tub dapat membuat anak mengalami beberapa gejala seperti kelelahan dan napas pendek. Kondisi ini yang membuat permainan menyenangkan menjadi sesuatu yang sangat melelahkan bagi anak.

Pulih dari Patah Tulang
Terkadang anak yang terlalu bersemangat dalam bermain mengalami cedera yang lebih parah dari sekedar luka, misalnya patah tangan atau patah kaki. Pada anak yang terpenuhi kebutuhan gizinya, proses pemulihan patah tulang dapat berjalan dengan lancar.

Akan tetapi anak yang mengalami kekurangan vitamin D cenderung membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih. Kekurangan vitamin D juga membuat anak lebih rentan terhadap patah tulang.

"Pola makan yang kurang vitamin D dapat meningkatkan risiko cedera yang berkaitan dengan tulang, seperti retak dan patah, pada anak aktif," kata ahli gizi terdaftar dari Toronto, Andy De Santis.

Hal ini terjadi karena vitamin D dan kalsium memegang peranan penting bagi kesehatan anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan rendahnya kalsium sehingga membuat anak lebih berisiko terhadap rakhitis.

Melakukan Slam Dunk
Faktor genetik memang 'bermain' dalam menentukan tinggi badan anak. Akan tetapi faktor genetik bukan satu-satunya yang berperan.

Faktor lingkungan, termasuk asupan gizi, juga memiliki peran dalam menentukan tinggi badan anak. Kondisi kesehatan yang tidak baik dan kekurangan gizi selama masa kehamilan serta kekurangan gizi di masa anak-anak dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. 

Di sisi lain, kekurangan zat besi juga dapat menyebabkan anemia pada anak. Anemia biasanya diikuti dengan gejala seperti sakit kepala, napas pendek, kelelahan dan tubuh yang lemah.

Sayur segar berdaun hijau seperti bayam dan kale merupakan pilihan baik untuk mencegah kekurangan zat besi pada anak. Karena selain kaya akan zat besi, sayuran-sayuran ini juga kaya akan vitamin K yang baik untuk tumbuh kembang anak. 

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/17/03/27/ong2oo328-kurang-nutrisi-anak-sulit-lakukan-5-hal-sederhana-ini

Friday, January 13, 2017

INFO PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPBD) 2017/2018

Jadwal Pendaftaran :
1. Gelombang 1 : 6 Februari – 6 Maret 2017 (khusus TKIT Anak Sholeh)
2. Gelombang 2 : 4 Maret – 22 April 2017 (untuk TK luar)
Persyaratan :
1. Mengisi formulir pendaftaran dengan biaya Rp. 75.000
2. Usia minimal 6 tahun pada Bulan Juli 2017
3. FC KTP Orangtua (Ayah dan Ibu)
4. Foto berwarna 4 x 6 sebanyak 1 lembar
5. FC akte kelahiran dan Kartu Keluarga sebanyak @ 1 lembar
6. Mengikuti Observasi anak dan wawancara orang tua
KEGIATAN UNGGULAN :
1. Program Pengenalan Lingkungan (Outing)
2. Outbond
3. Market Day
4. Syawalan
5. Paket Ramadhan
6. Mabit (malam bina iman dan taqwa)
7. Latihan Qurban
8. Kepanduan (pramuka SIT)
9. Parenting school
10. Renang
11. Field Trip
12. Classmeeting
13. Baksos (Bakti sosial)
14. Perihatan Hari Besar Islam/Nasional
15. Hari Cinta Lingkungan
16. Senam sehat
17. Kemah Bakti
18. Hadrah / Rebana
EKSTRAKURIKULER
1. Taekwondo
2. Qiroati
3. Jurnalistik
4. Kesenian
5. English Club
6. Memanah
7. Catur
8. Futsal
FASILITAS
1. BMT Mitra Madani
2. Halaman yang nyaman
3. Perlengkapan kelas mandiri
4. Pemeriksaan kesehatan
5. Privat Qiroati dan Tahfidz
6. Buku pemantauan kegiatan siswa
7. Masjid
8. Akses internet sebagai penunjang pembelajaran
9. Lingkungan yang agraris, asri, dan strategis
10. Snack dan makan siang bergizi dengan menu terpantau
11. Lapangan olahraga : futsal, bulu tangkis, sepak takraw, basket
12. Edupreneurship (bidang perikanan, perkebunan, peternakan)
13. Koperasi sekolah
14. Privat Baca Tulis (bagi yang belum lancar)
WAKTU BELAJAR
1. Senin – kamis : pukul 07.15 – ba’da ashar
2. Jumat : 07.15 – 13.00 WIB
3. Sabtu : ekstrakurikuler

Sunday, August 25, 2013

5 Motivasi untuk Mulai Menulis Buku

KOMPAS.com - Tidak semua orang bisa menulis buku, namun banyak yang kemudian lahir dengan sendirinya sebagai penulis. Alasannya beragam. Ada yang memang berniat dan memulai menulis dengan draf, ada juga yang termotivasi karena lingkungan sekitar.
Kelsey Meyer, penulis yang kemudian berkonsultasi dengan sejumlah penerbit dan pengarang, menemukan beberapa alasan yang memotivasi dalam penulisan sebuah buku.
Pertama, karena frustrasi dengan lingkungan sekitar dan minimnya pengetahuan atau informasi mengenai sesuatu. Erin Callinan, pengarang buku Beautifully Bipolar, mengaku menulis buku karena dirinya kecewa dengan lingkungan sekitar.
"Saya frustrasi, dan heran mengapa banyak orang yang menganggap cacat mental itu suatu hal yang negatif, menakutkan, dengan informasi yang tidak akurat sama sekali," ujarnya beralasan.
Erin lalu merasa mesti ada yang menyampaikan dan mengubah sudut pandang ini. Dia punya suara, punya cerita, lalu memulai untuk menuliskan. Pada awalnya dia menulis tanpa ada batasan atau draf. Ia menulis dengan menuangkan apa yang ingin ia sampaikan dengan duduk menyendiri di warung kopi pada saat-saat tertentu.
Dalam proses menulis, ia bahkan tidak khawatir dengan tata bahasa. Kata dia, penyempurnaan akan berlangsung pada masa proses editing.
Motivasi kedua, adalah ketika kita melihat banyaknya orang yang melakukan kesalahan yang sama. Ini merujuk pada pengalaman Stephen Monaco, yang menulis Insightful Knowledge. Ia menyadari dirinya harus menulis sebuah buku begitu melihat banyak orang melakukan kesalahan yang sama, padahal kesalahan tersebut sebisa mungkin dihindari.
"Saya melihat banyak perusahaan mengambil langkah yang salah dalam social marketing mereka. Dengan keahlian yang saya miliki mestinya saya bisa membantu mereka, makanya saya tuliskan bukusocial strategy dan marketing," ujarnya.
Walau tak punya background menulis, dia punya cara lain.  Stephen mengambil langkah kecil dengan bertanya pada seorang teman yang sudah menulis hampir 20 buku dan meminta sarannya. Dari situ ia mengetahui apa saja kiat dan trik yang ia butuhkan supaya bisa mewujudkan niatnya menulis buku.
Motivasi ketiga, adalah menyadari bahwa gagasan yang akan ditulis terlalu besar jika hanya dimuat di blog. Sebagian besar penulis pemula pasti memulai dengan menulis di blog. Namun, Rohit Bhargava, penulis buku Always Eat Left-Handed-15 Surprisingly Simple Secret of Success, punya kiat lain. Menurut dia ketika gagasan terlalu besar untuk hanya dimuat di blog atau surat kabar, dia beralih menjadikannya sebuah buku.
Berikutnya sebagai motivasi keempat, tulislah buku ketika sudah mendapat informasi banyak dan riset yang mendalam tentangnya.
Punya banyak informasi mengenai sesuatu bisa menjadi salah satu motivasi kuat untuk menuangkannya menjadi sebuah buku. Namun bukan berarti itu sebuah kompilasi dari apa yang sudah diketahui. Tulisan tersebut juga mesti memuat opini dan topiknya harus spesifik. Untuk menuliskannya, Anda bisa memulai dengan menyusun rapi semua data yang ada, memilahnya, kemudian merangkai dengan runut.
Adapun motivasi terakhir yang mendorong untuk melahirkan sebuah buku tak lain adalah ketika Anda sudah memulai menulis, maka tuntaskanlah sampai akhir. Amanda Barbara, wakil presiden penerbit Pubslush, mengatakan bahwa untuk mewujudkan menulis buku, yang utama adalah memulai mengerjakannya.
Setiap orang bisa saja mengatakan dirinya ingin menulis sebuah buku, namun selalu mentok di impian dan keinginan, tanpa pernah memulai. Sementara menulis adalah proses trial and error yang memberi banyak pengalaman.
Oleh karena itu kemudian jika ingin menulis, maka tentukan waktu kapan menulis. Bila perlu buatframework dan waktu khusus. Mewujudkan untuk menulis sebuah buku bagaimanapun dimulai dari langkah kecil yang konsisten.
Sumber :

Editor :
Felicitas Harmandini

Monday, July 29, 2013

Kiat Sukses Menulis Buku

KOMPAS.com - Kebiasaan menulis punya banyak manfaat. Menulis dapat menjadi terapi diri karena dengan cara ini Anda dapat mengungkapkan berbagai perasaan. Menulis bahkan bisa membantu menurunkan berat badan karena mendorong seseorang untuk selalu berpikir positif. Kebiasaan menulis pada kaum ibu juga bisa membuat anak lebih kritis. Anda bisa memulai kebiasaan menulis dan menikmati ragam manfaatnya. Bahkan bukan tak mungkin Anda bisa menerbitkan buku dari tulisan-tulisan yang Anda buat. Jika tertarik menulis buku, bahkan berminat menggeluti profesi penulis buku, perhatikan juga sejumlah faktor yang akan menentukan keberhasilan Anda.

Ragam manfaat menulis
Para peneliti menemukan fakta, perempuan yang menuliskan berbagai hal positif selama 15 menit setiap hari dapat membantunya menurunkan berat badan secara signifikan. Pikiran positif ini menjadi kekuatan perempuan karena ketika sedang stres, ia tidak melampiaskan emosinya pada makanan untuk merasa lebih baik. 

Seorang ibu yang terbiasa menulis juga memiliki anak lebih kritis. Kebiasaan menulis dan membaca seorang ibu akan membuat anak terbiasa dengan pemandangan keseharian ibu yang positif. Apa yang ibu baca akan memunculkan keingintahuan anak dan memancing tanya, lantas ibu akan menerangkan dengan cara yang menarik. Jadi, aktivitas ibu suka menulis bukan hanya menumpahkan ilmu dan keingintahuan ibu sendiri akan sesuatu. Hal ini juga berdampak pada anak yang semakin kritis bertanya. Karena anak ibaratnya memeroleh "gizi"" dari setiap jawaban yang diberikan ibu.

Menulis juga dapat menjadi terapi. Ini diakui oleh pelaku seni peran Ine Febriyanti yang terbiasa menulis jika sedang gelisah, marah, saat emosi tidak seimbang. Ia pun menerbitkan tulisannya dalam sebuah buku berjudul 7 Perempuan Urban Sebuah Catatan. Ine tergerak untuk menjadi bagian dari tujuh perempuan urban, yang mengekspresikan pemikiran, perasaan, juga pengalaman melalui tulisan dan buku.

Kiat menulis

Fira Basuki, ibu dua anak penulis 27 buku, memberikan sejumlah kiat menulis, terutama menulis buku. Menurutnya ada empat hal yang perlu diperhatikan saat menulis buku.  Jika ingin sukses menulis buku, penuhi empat faktor ini karena bisa menyelamatkan Anda dari sejumlah kesalahan yang menimbulkan stres atau rusaknya nama baik. Di antaranya:

1. Menulislah dari hati. Tidak terpaksa, dipaksakan, juga memaksakan diri.
2. Jangan pernah punya keinginan terselubung saat menulis. Misalnya, menulis karena ingin terkenal. Hal ini hanya akan menyebabkan stres.
"Banyak penulis muda yang stres karena pretensi. Buku pertamanya sukses, punya banyak penggemar, namun jadi stres karena ia tak juga menghasilkan buku berikutnya sementara penggemar sudah menunggu. Hal ini juga akan berdampak pada nama baik,"tutur Fira seusai peluncuran buku ke-27 karyanya berjudul Cerita di Balik Noda di Jakarta, beberapa waktu lalu.
3. Berikan sesuatu yang bermakna dalam buku tersebut. Tidak harus berisi ilmu pengetahuan, bisa juga hiburan, pengalaman, keahlian yang bermanfaat atau menginspirasi orang yang membacanya.
4. Cari penerbit yang sesuai dengan buku Anda. Jangan sampai buku salah sasaran.

Editor :
wawa

Friday, July 26, 2013

Berjuang Menulis Buku Pertama

KOMPAS.com - ”Ahhh... Rasanya seperti habis melahirkan!” Begitulah Sundari Mardjuki (37) mengungkapkan perasaan lega dan bahagia melihat novel pertamanya, ”Papap, I Love You”, terpajang di rak toko buku.

Bagi Sundari, merupakan perjuangan berat untuk menulis sendiri novel setebal 424 halaman, menembus penerbit, hingga akhirnya karyanya terpajang di toko buku. Sehari-hari, Sundari bekerja sebagai Manajer Pemasaran dan Komunikasi PT Sony Music Entertainment Indonesia. Tekad Sundari menulis buku berawal tiga tahun lalu ketika ia menyaksikan pergulatan sahabatnya, seorang pria yang jadi orangtua tunggal.

”Saya bilang padanya, saya harus menulis cerita tentang dia. Waktu itu belum tahu dalam bentuk apa. Apalagi, saya juga tidak tahu teorinya,” ujarnya.

Ia pun kemudian mulai mengumpulkan bahan, termasuk dengan mewawancarai para pria orangtua tunggal lainnya. Ada kendala, karena sebagian besar pria-pria itu jadi orangtua tunggal karena bercerai. Mereka juga tak biasa curhat urusan pribadi. Toh, Sundari mengatasi kesulitan itu.

Pada 2010, Sundari tinggal setahun di Amsterdam, Belanda, mengikuti tugas suaminya. Di sana, di sela kesibukan mengurus dua anak, ia menulis cerita dari bahan yang sudah terkumpul. Keterampilan menulis juga ia asah dengan mengikuti beberapa lokakarya penulisan.

Setelah naskah selesai, perjuangan berikutnya adalah menggaet penerbit buku. ”Mendapat penerbit tak mudah. Saya senang ketika penerbit pertama langsung tertarik. Tetapi mereka meminta mengubah beberapa isi tulisan. Saya menolak karena tulisan ini seperti bayi saya. Kalau harus ada yang dihilangkan, esensinya juga hilang,” tutur Sundari.

Menggali kenangan
Iwan Setyawan (37) juga berjuang keras untuk menulis buku pertamanya. Ia menuangkan kisah hidupnya dalam novel 9 Summers 10 Autumns, dari Kota Apel ke The Big Apple (2011). Di situ, tergambar perjalanan anak keluarga miskin di Batu, Jawa Timur, ini jadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, hingga menduduki posisi strategis di Nielsen Consumer Research, New York, Amerika Serikat.

Meski hobi menulis puisi, Iwan baru menyadari bahwa membuat tulisan panjang berupa buku butuh energi dan pengorbanan besar. ”Tetapi memberikan kepuasan luar biasa juga,” katanya.

Kampung halamannya di Batu, Jawa Timur, jadi tempat ideal bagi Iwan untuk menggali kenangan. Ia banyak berbincang dengan ayah, ibu, dan keempat saudara perempuannya untuk menyegarkan kembali ingatan. Bagi laki-laki yang gemar yoga ini, menulis bak meditasi. Karenanya, ia menulis sendiri kisahnya.

Sementara Oki Setiana Dewi (23) menggunakan buku harian sebagai sumber penulisan buku pertamanya, Melukis Pelangi (2011). Kata Oki, itulah cara termudah untuk mulai menulis buku.

Pemeran film dan sinetron yang baru merampungkan studi di Sastra Perancis Universitas Indonesia ini sudah menulis tiga buku dalam setahun terakhir. Dua bukunya yang lain adalah Sejuta Pelangi (2011) dan Cahaya di Atas Cahaya (2012).

Di buku pertamanya, Oki mendeskripsikan suasana batin dengan begitu menyentuh. ”Ada pembaca yang bilang ia nangis baca buku saya, itu karena saya nulis-nya juga sambil nangis,” ujarnya.

Saat ini, Oki masih menyimpan cita-cita untuk menulis buku tentang pengasuhan anak. ”Itu buku yang butuh ilmu dan pengalaman panjang,” ujar Oki, yang kini melanjutkan studi Pascasarjana Pendidikan Anak Usia Dini di Universitas Negeri Jakarta.

Meski karya penulis pemula, memoar Melukis Pelangi karya Oki serta novel 9 Summers 10 Autumnskarya Iwan laris di toko buku. Sejak 2011, Melukis Pelangi telah dicetak ulang sembilan kali, sedangkan 9 Summers dan 10 Autumns sudah delapan kali dicetak ulang.

Penulis dan pengamat buku Arswendo Atmowiloto menjelaskan, pengalaman pribadi menjadi titik awal yang baik untuk dituangkan jadi buku. Namun, untuk kelanjutan berkarya, pengalaman pribadi ini perlu diperkaya dengan opini, imajinasi, pengamatan, dan pendalaman wawasan.
(Yulia Sapthiani & Nur Hidayati)